TUGAS 2
JURNAL ETIKA BISNIS
KEADILAN
DALAM BISNIS
Perampasan
Tanah di Desa Pandan Lagan oleh PT Kaswari Unggul
Novi Fadilah Sari
15211223 / 4EA17
FAKULTAS
EKONOMI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
2014
ABSTRAK
Novi
Fadilah Sari.15211223
PERAMPASAN
TANAH DI DESA PANDAN LAGAN OLEH PT KASWARI UNGGUL
Jurnal.
Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2014
Kata
Kunci : Keadilan Dalam Bisnis
Keadilan adalah kebijakan yang sempurna.
Semua kebijakan tercakup dalam perbuatan yang adil. Orang yang memiliki
keadilan mampu menerapkan baik untuk dirinya sendiri maupun untuk menerapkannya
pada pihak lain, dan bukan hanya dalam keadaan yang mengenai dirinya. Di dalam
dunia bisnis seseorang tidak boleh mengorbankan hak-hak dan
kepentingan–kepentingan orang lain. Terwujudnya keadilan masyarakat, akan
melahirkan kondisi yang baik dan kondusif bagi kelangsungan bisnis. Praktik
bisnis yang baik, etis, dan adil akan mewujudkan keadilan dalam masyarakat.
Sebaliknya, ketidakadilan yang merajarela akan menimbulkan gejolak sosial yang
meresahkan para pelaku bisnis.
Daftar Pustaka (2003 - 2012)
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bisnis
beroperasi dalam rangka sistem ekonomi, membutuhkan norma-norma yang berlaku
umum yaitu etika. Etika sebagai sebuah disiplin kefilsafatan akan menjelaskan
mengapa perbuatan harus dilakukan dan apa yang menjadikan patokan sebagai dasar
bagi pilihan tindakan yang telah, sedang dan akan dilakukan. Patokan ini akan
muncul dari dalam nurani serta akal budi manusia, dan berinteraksi dengan
kenyataan-kenyataan yang berlaku dalam masyarakat.
Keadilan
merupakan keutamaan yang harus dimiliki oleh para pelaku bisnis. Pebisnis tidak
merupakan homo economicus saja, namun
harus memberi tempat juga kepada nilai-nilai moral, salah satu nilai moral
terpenting adalah keadilan. Keadilan sebagai cita-hukum dilandasi oleh nilai
dasar yaitu martabat manusia. Oleh karena itu semua asas hukum pada hakikatnya
dapat dan harus dikembalikan pada asas penghormatan martabat manusia. Demikian
pula pada setiap kegiatan penyelenggaraan, pembentukan dan penegakan hukum yang
harus selalu mengacu pada penghormatan martabat manusia. Keadilan adalah
kebijakan yang sempurna. Semua kebijakan tercakup dalam perbuatan yang adil.
Orang yang memiliki keadilan mampu menerapkan baik untuk dirinya sendiri maupun
untuk menerapkannya pada pihak lain, dan bukan hanya dalam keadaan yang
mengenai dirinya.
Di dalam dunia
bisnis seseorang tidak boleh mengorbankan hak-hak dan kepentingan–kepentingan
orang lain. Terwujudnya keadilan masyarakat, akan melahirkan kondisi yang baik
dan kondusif bagi kelangsungan bisnis. Praktik bisnis yang baik, etis, dan adil
akan mewujudkan keadilan dalam masyarakat. Sebaliknya, ketidakadilan yang
merajarela akan menimbulkan gejolak sosial yang meresahkan para pelaku bisnis. Berdasarkan
uraian tersebut, maka penulis akan membahas mengenai “Perampasan Tanah di Desa Pandan Lagan oleh PT Kaswari Unggul”.
1.2 Rumusan Masalah dan Batasan Masalah
1.2.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian pada latar belakang maka perumusan masalah dalam penulisan ini adalah apakah
perampasan tanah di desa Pandan Lagan berlawanan atau bertepatan dengan paham
teori keadilan yang dikemukakan oleh Adam Smith?
1.2.2 Batasan Masalah
Dalam penulisan ini, penulis akan
membatasi masalah hanya mencakup pada bentuk perampasan tanah yang dilakukan
oleh PT Kaswari Unggul kepada masyarakat desa Pandan Lagan.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah perampasan tanah di desa Pandan Lagan
berlawanan atau bertepatan dengan paham teori keadilan yang dikemukakan oleh
Adam Smith.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari
penelitian ini adalah:
1. Bagi
Penulis
Menambah ilmu pengetahuan tentang bentuk keadilan
dalam bisnis.
2. Bagi
Pembaca
Dapat menjadi bahan tambahan informasi dan referensi
khususnya mengenai keadilan dalam bisnis.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
2.1 Kerangka Teori
2.1.1 Hakikat Keadilan
Menurut
Soekanto dalam Abdul Ghofur Anshori (2006: 47) menyebut dua kutub citra
keadilan yang harus melekat dalam setiap tindakan yang hendak dikatakan sebagai
tindakan adil. Pertama, Naminem Laedere, yakni "jangan merugikan orang
lain", secara luas asas ini berarti "Apa yang anda tidak ingin alami,
janganlah menyebabkan orang lain mengalaminya". Kedua, Suum Cuique
Tribuere, yakni "bertindaklah sebanding". Secara luas asas ini
berarti "Apa yang boleh anda dapat, biarkanlah orang lain berusaha
mendapatkannya". Asas pertama merupakan sendi equality yang ditujukan
kepada umum sebagai asas pergaulan hidup. Sedangkan asas kedua merupakan asas equity
yang diarahkan pada penyamaan apa yang tidak berbeda dan membedakan apa yang
memang tidak sama.
Menurut
Plato dalam Dominikus Rato (2010: 63) keadilan hanya dapat ada di dalam hukum
dan perundang-undangan yang dibuat oleh para ahli yang khusus memikirkan hal
itu. Dalam Munir Fuady (2010: 92) untuk istilah keadilan ini Plato menggunakan
kata yunani ”Dikaiosune” yang berarti lebih luas, yaitu mencakup moralitas
individual dan sosial. Sedangkan dalam James Garvey (2010: 5) penjelasan
tentang tema keadilan diberi ilustrasi dengan pengalaman saudagar kaya bernama
Cephalus. Saudagar ini menekankan bahwa keuntungan besar akan didapat jika kita
melakukan tindakan tidak berbohong dan curang. Adil menyangkut relasi manusia
dengan yang lain.
2.1.2 Paham Tradisional
Mengenai Keadilan
Menurut
A. Sonny Keraf (2008: 138) atas pengaruh Aristoteles secara tradisional
keadilan dibagi menjadi tiga:
a. Keadilan
Legal
Keadilan legal
menyangkut hubungan antara individu atau kelompok masyarakat diperlakukan
secara sama oleh negara dihadapan dan berdasarkan hukum yang berlaku. Semua
pihak dijamin untuk mendapat perlakuan yang sama sesuai dengan hukum yang
berlaku. Dasar moral keadilan legal yaitu Pertama, semua
orang adalah manusia yang mempunyai harkat dan martabat yang sama dan karena
itu harus diperlakukan secara sama. Kedua, semua
orang adalah warga negara yang sama status dan kedudukannya, bahkan sama
kewajiban sipilnya. Prinsip dasar tersebut mempunyai beberapa konsekuensi legal
dan moral yang mendasar, yaitu :
- Semua orang harus secara sama dilindungi oleh hukum, dalam hal ini oleh negara.
- Bahwa tidak ada orang yang akan diperlakukan secara istimewa oleh hukum atau negara.
- Dalam hal ini pemerintah tidak boleh mengeluarkan hukum atau produk hukum apa pun yang secara khusus dimaksudkan demi kepentingan kelompok atau orang terentu, dengan atau tanpa merugikan kepentingan pihak lain.
- Semua warga tanpa perbedaan apapun harus tunduk dan taat kepada hukum yang berlaku karena hukum tersebut melindungi hak dan kepentingan semua warga.
b. Keadilan
Komunikatif
Keadilan ini mengatur
hubungan yang adil atau fair antara
orang yang satu dan yang lain atau antara warga negara yang satu dan warga
negara yang lainnya. Dengan kata lain, kalau keadilan legal lebih menyangkut
hubungan vertikal antara negara dan warga negara, keadilan komutatif menyangkut
hubungan horizontal antara warga yang satu dan warga yang lain.
c. Keadilan
Distributif
Prinsip dasar
keadilan distributif atau yang kini juga dikenal sebagai keadilan ekonomi
adalah distribusi ekonomi yang merata atau yang dianggap adil bagi semua
warga negara.
2.1.3
Keadilan Individual dan Struktural
Menurut A. Sonny Keraf (2008: 144) upaya
menegakkan keadilan menyangkut aspek lebih luas berupa penciptaan sistem yang
mendukung terwujudnya keadilan. Berarti prinsip keadilan legal berupa perlakuan
yang sama terhadap setiap orang bukan lagi soal orang perorang, melainkan
menyangkut sistem dan struktur sosial politik secara keseluruhan. Ini
menyangkut apakah sistem sosial politik telah diatur sedemikian rupa sehingga
semua orang memang benar-benar diperlakukan secara adil atau mendapat
kesempatan yang sama, pihak birokrasi pemerintah yang memperlakukan secara
tidak adil atau tidak dengan orang/ pihak tertentu dalam kehidupan sosial
politik pada umumnya.
Ketika
perlakuan yang tidak sama, tidak fair atau tidak adil didiamkan, dibenarkan,
dibela, atau dijelaskan sebagai hanya sekedar sebuah kesalahan prosedur,
ketidakadilan itu akan terulang lagi. Ketidakadilan lalu melembaga sebagai
sebuah kebiasaan, sebagai sebuah kewajaran yang diterima secara diam-diam.
Sehingga, dalam seluruh sistem sosial politik yang ada di tingkat pusat atau
daerah, akan menjalar kebiasaan memperlakukan semua orang secara tidak sama
tanpa dasar yang rasional. Ketidakadilan lalu menjadi sitem. Untuk bisa
menegakkan keadilan legal, dibutuhkan sistem sosial politik yang memang
mewadahi dan memberi tempat bagi tegaknya keadilan legal tersebut, termasuk
dalam bidang bisnis. Pimpinan perusahaan manapun yang melakukan diskriminasi
tanpa dasar yang bisa dipertanggungjawabkan secara legal dan moral harus
ditindak demi menegakkan sebuah sistem organisasi perusahaan yang memang menganggap
serius prinsip perlakuan yang sama, fair atau yang adil ini.
Pemerintah
mempunyai peran penting dalam hal menciptakan sistem sosial politik yang
kondusif, dan juga tekadnya untuk menegakkan keadilan. Termasuk di dalamnya
keterbukaan dan kesediaan untuk dikritik, diprotes, dan digugat bila melakukan
pelanggaran keadilan. Tanpa itu ketidakadilan akan merajalela dalam masyarakat.
1.1.4 Teori Keadilan Adam Smith
Menurut A. Sonny Keraf
(2008: 146) Adam Smith hanya menerima satu konsep keadilan, yaitu keadilan
komutatif. Alasannya, pertama
keadilan sesungguhnya hanya punya satu arti, yaitu keadilan komutatif yang
menyangkut kesetaraan, keseimbangan, keharmonisan hubungan antara satu orang
dengan orang lain. Ketidakadilan berarti pincangnya hubungan antarmanusia
karena kesetaraan yang terganggu. Kedua
keadilan legal sudah terkandung dalam keadilan komutatif, karena keadilan legal
hanya konsekuensi lebih lanjut dari prinsip keadilan komutatif. Demi menegakkan
keadilan komutatif, negara harus bersikap netral dan memperlakukan semua pihak
secara sama tanpa terkecuali.
Smith juga menolak
keadilan distributif, karena apa yang disebut keadilan selalu menyangkut hak
dan semua orang tidak boleh dirugikan haknya. Keadilan distributif justru tidak
berkaitan dengan hak. Orang miskin tidak punya hak untuk menuntut dari orang
kaya untuk membagi kekayaannya kepada mereka. Orang miskin hanya bisa meminta,
tidak bisa menuntutnya sebagai sebuah hak. Orang kaya tidak bisa dipaksa untuk
memperbaiki keadaan sosial ekonomi orang miskin.
Berikut
ini prinsip komutatif Adam Smith :
1. Prinsip
No Harm
Prinsip yang
tidak merugikan orang lain, khususnya tidak merugikan hak dankepentingan orang
lain. Prinsip ini menuntuk agar dalam interaksi sosial apapun setiap orang
harus menahan dirinya untuk tidak sampai merugikan hak dan kepentingan orang
lain, sebagaimana ia sendiri tidak mau agar hak dan kepentingannya dirugikan
oleh siapapun. Dalam bisnis, tidak boleh ada pihak yang dirugikan hak dan
kepentingannya, entah sebagaikonsumen, pemasok, penyalur, karyawan, investor,
maupun masyarakat luas.
2. Prinsip
Non-Intervention
Prinsip yang
tidak ikut campur tangan. Prinsip ini menuntut agar demi jaminan dan
penghargaan atas hak dan kepentingan setiap orang, tidak seorangpun
diperkenankan untuk ikut campur tangan dalam kehidupan dan kegiatan orang lain.
Campur tangan dalam bentuk apapun akan merupakan pelanggaran terhadap hak orang
tertentu yang merupakan suatu harm (kerugian) dan itu berarti telah terjadi
ketidakadilan.
Dalam hubungan antara pemerintah
dan rakyat, pemerintah tidak diperkenankan ikut campur tangan dalam kehidupan
pribadi setiap warga negara tanpa alasan yang dapat diterima, dan campur tangan
pemerintah akan dianggap sebagai pelanggaran keadilan.
Dalam bidang ekonomi,
campur tangan pemerintah dalam urusan bisnis setiap warga negara tanpa alasan
yang sah akan dianggap sebagai tindakan tidak adil dan merupakan pelanggran
atas hak individu tersebut, khususnya hak atas kebebasan.
3. Prinsip
Keadilan Tukar
- Dapat dikatakan prinsip pertukaran dagang yang fair, terutama terwujud dan terungkap dalam mekanisme harga pasar. Merupakan penerapan lebih lanjut dari no harm secara khusus dalam pertukaran dagang antara satu pihak dengan pihak lain dalam pasar.
- Adam Smith membedakan antara harga alamiah dan harga pasar atau harga aktual. Harga alamiah adalah harga yang mencerminkan biaya produksi yang telah dikeluarkan oleh produsen, yang terdiri dari tiga komponen yaitu biaya buruh, keuntungan pemilik modal, dan sewa. Harga pasar atau harga aktual adalah harga yang aktual ditawarkan dan dibayar dalam transaksi dagang di dalam pasar.
- Kalau suatu barang dijual dan dibeli pada tingkat harga alamiah, itu berarti barang tersebut dijual dan dibeli pada tingkat harga yang adil. Pada tingkat harga itu baik produsen maupun konsumen sama-sama untung. Harga alamiah mengungkapkan kedudukan yang setara dan seimbang antara produsen dan konsumen karena apa yang dikeluarkan masing-masing dapat kembali (produsen : dalam bentuk harga yang diterimanya, konsumen : dalam bentuk barang yang diperolehnya), maka keadilan nilai tukar benar-benar terjadi.
- Dalam jangka panjang, melalui mekanisme pasar yang kompetitif, harga pasar akan berfluktuasi sedemikian rupa disekitar harga alamiah sehingga akan melahirkan sebuah titik ekuilibrium yang menggambarkan kesetaraan posisi produsen dan konsumen.
- Dalam pasar bebas yang kompetitif, semakin langka barang dan jasa yanag ditawarkan dan sebaliknya semakin banyak permintaan, harga akan semakin naik. Pada titik ini produsen akan lebih diuntungkan sementara konsumen lebih dirugikan. Namun karena harga naik, semakin banyak produsen yang tertarik untuk masuk ke bidang industri tersebut, yang menyebabkan penawaran berlimpah dengan akibat harga menurun. Maka konsumen menjadi diuntungkan sementara produsen dirugikan.
Dengan demikian
selanjutnya harga akan berfluktuasi sesuai dengan mekanisme pasar yang terbuka
dan kompetitif. Karena itu dalam pasar yang terbuka dan kompetitif, fluktuasi
harga akan menghasilkan titik ekuilibrium : sebuah titik dimana sejumlah barang
yang akan dibeli oleh konsumen sama dengan jumlah yang ingin dijual oleh
produsen, dan harga tertinggi yang ingin dibayar konsumen sama dengan harga
terrendah yang ingin ditawarkan produsen. Titik ekuilibrium inilah yang menurut
Adam Smith mengungkapkan keadilan komutatif dalam transaksi bisnis.
BAB
III
METODOLOGI
PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian
Objek
penelitian ini dihadapkan kepada Desa Pandan Lagan, Kecamatan Geragai Kabupaten
Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi.
3.2 Jenis dan Sumber
Data
Data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah
data yang bukan diusahakan sendiri pengumpulannya oleh peneliti. Data ini
diperoleh dari berbagai sumber yang telah ada. Data sekunder diperoleh dari
berbagai bahan pustaka baik berupa buku, laporan, jurnal, dan dokumen lainnya
berhubungan dengan materi kajian yaitu keadilan dalam bisnis.
3.3 Metode Pengumpulan
data
Metode
pengumpulan data yang digunakan yaitu studi pustaka, dengan membaca buku dan catatan lain yang relevan dan berkaitan
dengan masalah yang dibahas dalam penulisan ini.
BAB
IV
PEMBAHASAN
4.1 Analisis Kasus
Melalui program transmigrasi dari
pemerintah pada tahun 1982, ratusan kepala keluarga yang umumnya petani miskin
dari Jawa, Lampung, Bengkulu dan Aceh pindah bertempat tinggal dan berproduksi
di tanah harapan baru, desa pandan lagan, dan beberapa desa disekitarnya.
Pada
tahun 1986 sebagai proses penunjang program transmigrasi, pemerintah kabupaten
Tanjung Jabung menggunakan anggaran negara untuk membangun infrastruktur di
lahan pengembangan transmigrasi di desa pandan lagan berupa parit primer dan
sekunder, dengan ukuran masing-masing 4,5 km dan 1 km.
Masyarakat
pun segera mengolah dan merubah lahan pengembangan tersebut menjadi lahan produktif,
yang pasti masyarakat lebih memprioritaskan pada jenis tanaman pangan. Semenjak
petani memiliki akses terhadap lahan, kesejahteraan petani pun meningkat, dan
distribusi kerja pun meluas, hampir seluruh warga dewasa baik laki-laki maupun
perempuan berpartisipasi dalam produksi dilahan tersebut. Jika laki-laki
mengerjakan pekerjaan sampingan, perempuan merawat padi dan tanaman lainnya di
lahan.
Namun,
keharmonisan tersebut kembali berubah menjadi ancaman berupa hilangnya harapan
atas tanah yang menjanjikan kelayakan hidup dihari depan itu. Tanah dan lahan
masyarakat desa tersebut dirampas, berubah menjadi perkebunan sawit perusahaan
dari PT Kaswari Unggul.
Masuknya
PT Kaswari Unggul di Pandan Lagan, telah mematikan produksi ratusan petani,
termasuk ladang pangan yang berujung pada kemiskinan masyarakat. Padahal
bertani merupakan cara berbisnis mereka untuk mencukupi kehidupan keluarganya
masing-masing. Sedangkan pemilik perusahaan yang sudah kaya, semakin kaya
karena dipermudah mendapatkan tanah. Bagi masyarakat, pemerintah sama sekali
tidak pernah menujukkan itikad baik untuk segera menyelesaikan masalah yang
mereka alami, sehingga warga pun kemudian menggelar rangkaian protes meskipun
belum memperlihatkan hasil.
4.1 Hasil Analisis
Kasus
Letak
permasalahan dalam kasus tersebut, beroperasinya perusahaan sawit yaitu PT
Kaswari Unggul yang telah merampas tanah dan lahan masyarakat desa Pangan Lagan
yang telah berubah menjadi perkebunan sawit perusahaan. Masuknya PT Kaswari
Unggul di Pandan Lagan, telah mematikan produksi ratusan kaum tani, termasuk
ladang pangan yang berujung pada pemiskinan masyarakat. Bertani merupakan mata
pencaharian pokok masyarakat disana.
Pada
kasus ini terdapat permasalahan keadilan dalam berbisnis yang berlawanan dengan
teori keadilan Adam Smith. Keadilan sesungguhnya hanya punya satu arti, yaitu
keadilan komutatif yang menyangkut kesetaraan, keseimbangan, keharmonisan
hubungan antara satu orang dengan orang lain. Ketidakadilan berarti pincangnya
hubungan antarmanusia karena kesetaraan yang terganggu. Keadilan legal sudah
terkandung dalam keadilan komutatif, karena keadilan legal hanya konsekuensi
lebih lanjut dari prinsip keadilan komutatif. Demi menegakkan keadilan
komutatif, negara harus bersikap netral dan memperlakukan semua pihak secara
sama tanpa terkecuali.
Permasalahan
tersebut merupakan bagian kecil dari sekian banyaknya kasus akibat
ketidakadilan atas ketimpangan penguasaan dan kepemilikan tanah bagi para
petani di Indonesia.
BAB
V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil
pembahasan yang telah di uraikan pada bab sebelumnya mengenai kasus perampasan
tanah yang dilakukan PT Kaswari Unggul, maka dapat diambil kesimpulan yaitu:
- Pada permasalahan kasus tersebut terdapat keadilan dalam berbisnis yang berlawanan dengan teori keadilan Adam Smith. Menurut Adam Smith, keadilan sesungguhnya hanya punya satu arti, yaitu keadilan komutatif yang menyangkut kesetaraan, keseimbangan, keharmonisan hubungan antara satu orang dengan orang lain. Ketidakadilan berarti pincangnya hubungan antarmanusia karena kesetaraan yang terganggu. Keadilan legal sudah terkandung dalam keadilan komutatif, karena keadilan legal hanya konsekuensi lebih lanjut dari prinsip keadilan komutatif. Demi menegakkan keadilan komutatif, negara harus bersikap netral dan memperlakukan semua pihak secara sama tanpa terkecuali.
- Ketidakadilan perampasan tanah dan lahan yang dilakukan oleh PT Kaswari Unggul yang dialami oleh masyarakat desa Pandan Lagan, mengakibatkan hilangnya mata pencaharian pokok mereka sebagai petani untuk mencukupi kehidupan keluarganya masing-masing.
5.2 Saran
Seharusnya negara lebih
mengutamakan nasib para petani yang telah berjasa dalam mencukupi kebutuhan sandang
pangan kita, daripada kepentingan negara-negara kapitalis monopoli dengan
berbagai skema dalam bentuk izin-izin konsesi mulai dari izin penguasahaan
hutan, hutan tanaman industri, hak guna usaha, sampai pada kontrak karya
pertambangan dan lain sebagainya, hanya untuk menyelamatkan negara-negara
tersebut dari ancaman krisis energi dan krisis pangan dunia.
Karena akibat ketidakadilan
atas ketimpangan penguasaan
dan kepemilikan tanah bagi para petani di Indonesia ini akan membuat
kesejahteraan kehidupan para petani berubah menjadi ancaman berupa hilangnya
harapan atas tanah yang menjanjikan kelayakan hidup dihari depan.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul
Ghofur Anshori. 2006. Filsafat Hukum
Sejarah, Aliran dan Pemaknaan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
A. Sonny
Keraf. 2008. Etika Bisnis Tuntutan dan
Relevansinya. Yogyakarta: Kanisius.
Dominikus
Rato. 2010. Filsafat Hukum, Mencari,
Menemukan, Dan Memahami Hukum. Surabaya: LaksBang Yustisia.
James
Garvey. 2010. 20 Karya Filsafat Terbesar.
Yogyakarta: Kanisius.
Munir
Fuady, dkk. 2003. Dinamika Teori
Hukum. Bogor: Ghalia Indonesia Utama.
Nina
Nuraini. 2006. “Pancasila Sebagai
Filsafat Hukum dan Etika Hukum Bagi Masyarakat Pelaku Bisnis Indonesia”
Jurnal Bisnis, Manajemen dan Ekonomi, hlm 985-1080, Volume 8, No.1, ISSN
1693-8305.
http://edukasi.kompasiana.com diakses pada tanggal
11 November 2014.
0 komentar:
Posting Komentar