PENGARUH BUDAYA TERHADAP
PERILAKU KONSUMEN
Budaya mengacu pada seperangkat nilai,
gagasan, artefak dan simbol yang mempunyai makna, yang membantu individu
berkomunikasi, memberikan tafsiran serta melakukan evaluasi. Budaya tidak hanya
bersifat naluriah saja, namun budaya memberikan dampak pada perilaku yang dapat
diterima didalam masyarakat. Menurut James
Engel,2002 :70, beberapa sikap dan perilaku yang dipengaruhi budaya,
meliputi :
a. Rasa dan ruang
b. Komunikasi dan bahasa
c. Pakaian, penampilan
d. Makanan dan kebiasaan makan
e. Waktu
f. Hubungan (keluarga, organisasi,
pemerintah, dsbnya)
g. Nilai dan norma
h. Kepercayaan dan sikap
i. Proses mental dan pembelajaran
j. Kebiasaan kerja
MITOS DAN RITUAL
KEBUDAYAAN
Setiap masyarakat memiliki serangkaian mitos yang mendefinisikan budayanya. Mitos adalah cerita yang berisi elemen simbolis yang mengekspresikan emosi dan cita-cita budaya. Misalnya mitos mengenai binatang yang mempunyai kekuatan ( Lion King ) atau binatang yang cerdik ( Kancil ) yang dimaksudkan sebagai jembatan antara kemanusiaan dan alam semesta. Ada mitos pewayangan yang dapat diangkat dalam membuat strategi penentuan merek suatu produk, seperti tokoh Bima dalam produk Jamu kuat “ Kuku Bima Ginseng”. Sehingga pemasar dituntut kreatif menggali mitos agar bisa digunakan sebagai sarana menyusun strategi pemasaran tertentu.
Ritual kebudayaan merupakan kegiatan-kegiatan rutin yang dilakukan oleh kelompok masyarakat. Ritual Budaya sebagai urutan-urutan tindakan yang terstandarisasi yang secara periodik diulang, memberikan arti dan meliputi penggunaan simbol-simbol budaya ( Mowen, 1995).
Ritual budaya bukan sekedar kebiasaan yang dilakukan seseorang, tetapi hal ini dilakukan dengan serius dan formal, yang memerlukan intensitas mendalam dari seseorang. Kebiasaan sering tidak serius, kadang tidak pasti dan berubah saat ada stimulus berbeda yang lebih menarik. Seringkali ritual budaya memerlukan benda-bendayang digunakan untuk proses ritual, dan inilah yang bisa dibuat oleh pengusaha menjadi peluang , seperti acara ulang tahun yang biasanya ada lilin, roti tart, balon, permen, sirup, dan lain-lain. Pesta perkawinan merupakan ritual budaya juga, sehingga dapat menjadi peluang untuk ‘wedding organizer’ dan persewaan gedung, serta peralatan dan perlengkapan pesta lainnya. Strategi iklan juga dapat dikaitkan dengan ritual budaya seperti pada tema-tema perkawinan yang menonjolkan hadiah ‘berlian’ untuk pengantin perempuan, dan produk sarung untuk ritual keagamaan dan ibadah.
Simbol kebudayaan juga merupakan representasi tertentu dari budaya , secara umum apa yang dipakai dan dikonsumsi oleh seseorang akan mencerminkan budayanya. Perusahaan dapat menggunakan nilai-nilai simbolis untuk merek produknya , misalnya perusahaan otomotif Toyota memberi nama Kijang untuk kendaraan dengan penumpang keluarga, secara simbolis Kijang ‘ adalah binatang yang mempunyai kemampuan lari yang sangat cepat dan lincah”.Sementara perusahaan lain Mitsubishi menciptakan ‘Kuda’. Simbol juga dapat ditunjukkan dengan warna, seperti warna hitam mempunyai arti formal, biru sejuk, putih artinya suci, merah simbol berani dsb. Sehingga pemasar menggunakan warna sebagai dasar untuk menciptakan produk yang berkaitan dengan kebutuhan simbolis.
BUDAYA DAN KONSUMSI
Produk mempunyai fungsi, bentuk dan arti .
Ketika konsumen membeli suatu produk mereka berharap produk tersebut
menjalankan fungsi sesuai harapannya, dan konsumen terus membelinya hanya bila
harapan mereka dapat dipenuhi dengan baik. Namun, bukan hanya fungsi yang
menentukan keberhasilan produk . Produk juga harus memenuhi harapan tentang
norma, misalnya persyaratan nutrisi dalam makanan, crispy (renyah) untuk
makanan yang digoreng, makanan harus panas untuk ‘steak hot plate’
atau dingin untuk ‘ agar-agar pencuci mulut’.Seringkali produk juga didukung
dengan bentuk tertentu untuk menekankan simbol fungsi seperti ‘ kristal biru’
pada detergen untuk pakaian menjadi lebih putih. Produk juga memberi simbol
makna dalam masyarakat misal “ bayam” diasosiasikan dengan kekuatan dalam film
Popeye atau makanan juga dapat disimbolkan sebagai hubungan keluarga yang erat
sehingga resep turun temurun keluarga menjadi andalan dalam memasak, misal
iklan Sasa atau Ajinomoto. Produk dapat menjadi simbol dalam masyarakat untuk
menjadi ikon dalam ibadat agama.
Budaya merupakan sesuatu yang perlu
dipelajari, karena konsumen tidak dilahirkan spontan mengenai nilai atau norma
kehidupan sosial mereka, tetapi mereka harus belajar tentang apa yang diterima
dari keluarga dan teman-temannya. Anak menerima nilai dalam perilaku mereka
dari orang tua , guru dan teman-teman di lingkungan mereka. Namun dengan kemajuan
zaman yang sekarang ini banyak produk diarahkan pada kepraktisan, misal
anak-anak sekarang lebih suka makanan siap saji seperti Chicken Nugget, Sossis,
dan lain-lainnya karena kemudahan dalam terutama bagi wanita yang bekerja dan
tidak memiliki waktu banyak untuk mengolah makanan.
Kebudayaan juga mengimplikasikan sebuah cara
hidup yang dipelajari dan diwariskan, misalnya anak yang dibesarkan dalam nilai
budaya di Indonesia harus hormat pada orang yang lebih tua, makan sambil duduk
dsb. Sedangkan di Amerika lebih berorientasi pada budaya yang mengacu pada
nilai-nilai di Amerika seperti kepraktisan, individualisme, dsb.
Budaya berkembang karena kita hidup bersama
orang lain di masyarakat. Hidup dengan orang lain menimbulkan kebutuhan untuk
menentukan perilaku apa saja yang dapat diterima semua anggota kelompok. Norma
budaya dilandasi oleh nilai-nilai, keyakinan dan sikap yang dipegang oleh
anggota kelompok masyarakat tertentu. Sistem nilai mempunyai dampak dalam
perilaku membeli, misalnya orang yang memperhatikan masalah kesehatan akan
membeli makanan yang tidak mengandung bahan yang merugikan kesehatannya.
Nilai memberi arah pengembangan norma, proses
yang dijalani dalam mempelajari nilai dan norma disebut ”sosialisasi atau
enkulturasi”. Enkulturasi menyebabkan budaya masyarakat tertentu akan bergerak
dinamis mengikuti perkembangan zaman. Sebaliknya, bila masyarakat cenderung
sulit menerima hal-hal baru dalam masyarakat dengan mempertahankan budaya lama
disebut Accultiration.
Budaya pada gilirannya akan mempengaruhi
pengembangan dalam implikasi pemasaran seperti perencanaan produk, promosi
,distribusi dan penetapan harga. Untuk mengembangkan strategi yang efektif
pemasar perlu mengidentifikasi aspek-aspek penting kebudayaan dan memahami
bagaimana mereka mempengaruhi konsumen. Sebagaimana strategi dalam penciptaan
ragam produk, segmentasi pasar dan promosi yang dapat disesuaikan dengan budaya
masyarakat.
STRATEGI PEMASARAN
DENGAN MEMPERHATIKAN BUDAYA
Memahami budaya suatu masyarakat, pemasar
dapat merencanakan strategi pemasaran pada penciptaan produk, segmentasi dan
promosi.
Beberapa perubahan pemasaran yang dapat
mempengaruhi kebudayaan, seperti :
1. Tekanan pada kualitas
2. Peranan wanita yang berubah
3. Perubahan kehidupan keluarga
4. Sikap yang berubah terhadap kerja dan kesenangan
5. Waktu senggang yang meningkat
6. Pembelian secara impulsif
7. Hasrat akan kenyamanan
1. Tekanan pada kualitas
2. Peranan wanita yang berubah
3. Perubahan kehidupan keluarga
4. Sikap yang berubah terhadap kerja dan kesenangan
5. Waktu senggang yang meningkat
6. Pembelian secara impulsif
7. Hasrat akan kenyamanan
TINJAUAN SUB –
BUDAYA
Tinjauan sub-budaya terdapat beberapa konteks
penilaian seperti:
a.
Afeksi dan
Kognisi.
Penilaian
Afeksi dan Kognisi merupakan penilaian terhadap suka atau tidak suka, perasaan
emosional yang tindakannya cenderung kearah berbagai objek atau ide serta
kesiapan seseorang untuk melakukan tindakan atau aktivitas.
b.
Perilaku.
Perilaku
merupakan suatu bentuk kepribadian yang dapat diartikan bentuk sifat-sifat yang
ada pada diri individu, yang ditentukan oleh faktor internal (motif, IQ, emosi,
dan cara berpikir) dan faktor eksternal (lingkungan fisik, keluarga,
masyarakat, sekolah, dan lingkungan alam).
c.
Faktor
Lingkungan.
Prinsip
teori Gestalt ialah bahwa keseluruhan lebih berarti daripada sebagian-bagian.
Sedangkan teori lapangan dari Kurt Lewin berpendapat tentang pentingnya
penggunaan dan pemanfaatan lingkungan. Berdasarkan teori Gestalt dan lapangan
bahwa faktor lingkungan merupakan kekuatan yang sangat berpengaruh pada
perilaku konsumen.
SUB-BUDAYA DAN
DEMOGRAFI
Sub-budaya adalah budaya yang ada didalam
suatu masyrakat bida dibagi lagi kedalam beberapa bagian yang lebih kecil.
Sub-budaya biasanya tumbuh dari adanya kelompok-kelompok kecil didalam suatu
masayarakat. Suatu budaya akan terdiri dari beberapa kelompok kecil lainnya,
yang dicirikan oleh adanya perbedaan perilaku antarkelompok kecil tersebut.
Perbedaan kelompok tersebut berdasarkan karakteristik sosial, ekonomi dan
demografi.
Variabel yang termasuk kedalam demografis
adalah:
1. Sub
Etnis Budaya.
2. Sub
Budaya-agama.
3. Sub
Budaya Geografis dan Regional.
4. Sub
Budaya Usia.
5. Sub
Budaya Jenis Kelamin.
LINTAS BUDAYA
(CROSS CULTURAL CONSUMER BEHAVIOR)
Lintas Budaya adalah studi ilmiah tentang
perilaku manusia dan proses mental, termasuk variabilitas dan invarian, di
bawah kondisi budaya yang beragam. Melalui memperluas metodologi penelitian
untuk mengenali variasi budaya dalam perilaku, bahasa dan makna, ia berusaha
untuk memperpanjang, mengembangkan dan mengubah psikologi.
Menurut Seggal,
Dasen dan Poortinga (1990) psikologi lintas budaya adalah kajian ilmiah
mengenai perilaku manusia dan penyebarannya, sekaligus memperhitungkan cara
perilaku itu dibentuk dan dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial dan budaya.
Pengertian ini mengarahkan perhatian pada dua hal pokok, yaitu keragaman
perilaku manusia di dunia dan kaitan antara perilaku individu dengan konteks
budaya, tempat perilaku terjadi.
Menurut Triandis,
Malpass dan Davidson (1972) psikologi lintas budaya mencakup kajian suatu
pokok persoalan yang bersumber dari dua budaya atau lebih, dengan menggunakan
metode pengukuran yang ekuivalen, untuk menentukan batas-batas yang dapat
menjadi pijakan teori psikologi umum dan jenis modifikasi teori yang diperlukan
agar menjadi universal. Sementara Brislin, Lonner dan Thorndike (1973)
menyatakan bahwa psikologi lintas budaya ialah kajian empirik mengenai anggota
berbagai kelompok budaya yang telah memiliki perbedaan pengalaman, yang dapat
membawa ke arah perbedaan perilaku yang dapat diramalkan dan signifikan. Triandis (1980) mengungkapkan bahwa
psikologi lintas budaya berkutat dengan kajian sistematik mengenai perilaku dan
pengalaman sebagaimana pengalaman itu terjadi dalam budaya yang berbeda, yang
dipengaruhi budaya atau mengakibatkan perubahan-perubahan dalam budaya yang
bersangkutan.
BAURAN PEMASARAN
DALAM LINTAS BUDAYA
Beberapa hal dalam pemasaran internasinal
yang berkaitan dengan lintas budaya adalah bagaimana mengorganisasikan
perusahaaan agar dapat menembus pasar luar negeri, bagaimana keputusan masuk ke
dalam pasar internasional, bagaimana merencanakan standarisasi, bagaimana
merencanakan produk, bagaimana merencanakan distribusi, bagaimana merencanakan
promosi, dan bagaimana menentukan harga produk.
SUMBER:
0 komentar:
Posting Komentar